SELAMAT ATAS TERPILIHNYA YOPPY MAIRIZON R.S SEBAGAI REPORTER KORANDIGITAL.COM DAN SELAMT ATAS PELUNCURAN PORTAL BERITA KORANDIGITAL.COM 1 JUNI MENDATANG

Minggu, 08 Agustus 2010

Beban Itu Terus Menghimpit Mahasiswa


image
Oleh Yoppy Mairizon R.S

Menjadi sarjana merupakan impian semua orang. Ingin sukses dan bisa menggapai impian kelak. Berbagai cara pun diusahakan, ada jalur PMDK, UMB, SNMPTN dan reguler. Memang tidak mudah untuk mendapatkan posisi mahasiswa.

Tidak mendapat PMDK seleksi UMB pun menanti, syukur-syukur lulus jika tidak harus ikut seleksi yang paling ditunggu-tunggu calon mahasiswa, yaitu SNMPTN. Puluhan ribu pelajar mendaftar untuk ikut seleksi ini, dari barat hingga timur Indonesia, dari utara hingga selatan negeri ini.

Mereka bukan hanya disuruh membaca, namun harus berjuang mencapai target nilai sesuai prodi yang dipilih.

Ada yang mengeluh soalnya sulit. Itu baru soal, bukan jawaban.

Tak sia-sia ada pepatah sebagai patokan 'basakik-sakik dahulu basanang-sanang kamudian. Serasa penentuan masa depan hanya pada lembaran kertas.

Haruskah wajah pendidikan selamanya akan seperti ini?

Tapi sudahlah, yang terpenting adalah usaha, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau tidak kita sendiri yang mengubahnya. Yang terpenting kini adalah usaha bagaimana bisa berkuliah, untuk perubahan masa depan, inilah yang kini ada di pikiran mereka yang sedang dag, dig, dug menanti hasil seleksi.

Setiap jam, hari, dan minggu pun dilalui. Bayang-bayang berkuliah pun semakin tergambar di depan mereka seiring menanti pengumuman, penuh dengan dunia khayal. Ujian tak henti di sini, masih banyak rintangan yang akan menghadang di balik diterima atau tidak.

Calon mahasiswa yang diterima boleh saja senang. Tapi bagaimana dengan orangtua mereka?

Uang Rp10 juta, Rp14 juta atau lebih biaya yang harus ditransfer sebagai tanda memang siap menjadi mahasiswa, ada yang di UI, ITB, IPB, UNPAD, UGM, UNAND, UNSRI, USU, UNP.

Okelah, bagi mereka yang benar-benar siap dengan berapa pun itu uang yang harus dikeluarkan. Sekarang bagaimana nasib mereka yang ekonomi pas pasan? Angan-angan mengubah nasib, bisa sukses sekarang harus ditangguh karena biaya. Orangtua pun harus putar 1001 cara bagaimana mendapatkan uang untuk dikirim dalam jangka waktu 2 sampai 3 hari kedepan, dengan nominal yang super menguras saku hingga angka puluhan juta.

Kebahagiaan itu kembali ternodai. Sekian lama berharap sang buah hati bisa sukses, bisa mengubah takdir nasib, yang telah dipikul selama ini. Dari anak penggarap sawah bisa menjadi pengusaha, dari anak penjaga wc bisa jadi menteri kesehatan. Tapi kapan akan tercapai?

Tak jarang bagi orang tua yang memiliki sepetak sawah harus menggadaikannya. Uang tabungan di bawah kasur yang dimaksud untuk menunaikan ibadah hajipun harus di bongkar. Semuanya demi anak agar mendapatkan kesuksesannya. Inilah potret pendidikan di Indonesia, yang kunjung sulit diraih oleh generasi muda bangsa. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar